Kabar Terupdate, Jakarta, – Media sosial kembali diramaikan dengan sebuah video viral yang memperlihatkan seorang anak kecil mendapat perlakuan kasar sebagai syarat bergabung dengan organisasi pencak silat, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Dalam video yang beredar, tampak anak tersebut dipukul dan ditendang berulang kali. Banyak warganet yang merasa prihatin dan geram menyaksikan tindakan tersebut. Mereka menilai bahwa kekerasan seperti ini sangat tidak pantas, terutama untuk anak kecil yang masih rentan.
Video ini menyebar cepat dan memicu perdebatan di berbagai platform. Beberapa pengguna media sosial membandingkan proses inisiasi ini dengan olahraga bela diri lain seperti taekwondo, yang dinilai lebih aman dan mendidik tanpa menggunakan kekerasan fisik berlebihan. Banyak yang mempertanyakan, apakah tradisi seperti ini masih pantas dijalankan di era sekarang.
Kemarahan dan Keprihatinan Warganet Viral
Setelah video ini viral, kolom komentar unggahan dipenuhi dengan tanggapan dari warganet yang merasa prihatin dan geram. Mereka mengecam tindakan tersebut karena dianggap sebagai bentuk perundungan terhadap anak. “Ini bukan pendidikan bela diri, ini cuma kekerasan. Miris banget ngelihat anak kecil diperlakukan seperti ini,” tulis salah satu pengguna. Komentar lain menambahkan, “Bela diri seharusnya mengajarkan disiplin dan pengendalian diri, bukan kekerasan ke anak kecil.”
Banyak yang menilai bahwa tindakan ini tidak hanya berbahaya secara fisik tetapi juga berpotensi menimbulkan trauma bagi si anak. Beberapa warganet bahkan menganggap bahwa praktik semacam ini justru merusak citra bela diri dan organisasi itu sendiri.
Perbandingan dengan Taekwondo dan Bela Diri Lainnya
Warganet juga ramai membandingkan metode inisiasi di PSHT dengan olahraga bela diri seperti taekwondo. Di taekwondo, proses pembelajaran difokuskan pada penguasaan teknik dan pengendalian diri tanpa ada kekerasan fisik yang tidak perlu, terutama pada anak-anak. Banyak yang merasa bahwa organisasi bela diri harusnya mengedepankan keamanan dan kenyamanan bagi para anggotanya, bukan menggunakan metode yang bisa berdampak negatif pada psikologis dan kesehatan anak.
Selain itu, warganet berpendapat bahwa bela diri seharusnya mendidik seseorang menjadi lebih kuat tanpa melibatkan tindakan kekerasan. Komentar ini menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan perubahan dalam cara pendekatan pendidikan bela diri, terutama bagi anak-anak.
Tuntutan untuk Pengawasan dan Pendidikan Tanpa Kekerasan
Fenomena ini kemudian mendorong warganet untuk menyerukan pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap praktik inisiasi dalam organisasi bela diri. Mereka berharap agar metode yang digunakan dalam organisasi seperti PSHT lebih berfokus pada pendidikan fisik dan mental yang sehat dan aman bagi semua anggota, termasuk anak-anak. Seruan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi anak yang menjadi korban perundungan atau kekerasan dengan alasan apapun, terlebih dalam dunia bela diri yang seharusnya mengajarkan disiplin dan kehormatan.
Beberapa tokoh bela diri juga ikut berkomentar mengenai pentingnya memperkenalkan bela diri tanpa kekerasan, terutama bagi generasi muda. Mereka mengingatkan bahwa tujuan bela diri bukan hanya untuk menjadi kuat secara fisik, tetapi juga untuk membangun karakter yang baik dan mental yang tangguh.
Kesimpulan: Bela Diri Seharusnya Edukatif, Bukan Berbau Kekerasan
Video viral ini membuka mata banyak orang tentang perlunya perbaikan dalam metode pengajaran dan inisiasi di organisasi bela diri. Harapannya, kejadian serupa tidak akan terulang dan anak-anak bisa belajar bela diri dalam lingkungan yang mendukung dan aman. Netizen berharap agar organisasi bela diri seperti PSHT segera mengevaluasi dan memperbaiki tradisi yang masih menggunakan kekerasan fisik.
Dengan viralnya video ini, masyarakat semakin sadar bahwa pendidikan bela diri harus fokus pada keamanan dan pengembangan karakter, bukan menormalisasi kekerasan, terutama terhadap anak-anak.