Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kembali menjadi sorotan dengan munculnya kasus terbaru yang terjadi di sebuah lingkungan perumahan. Seorang istri mengalami kekerasan fisik oleh suaminya, dengan salah satu kejadian paling menyedihkan adalah ketika kepala sang istri ditoyor di depan anak mereka yang masih kecil. Peristiwa ini tidak hanya menciptakan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam, terutama bagi anak yang harus menyaksikan tindakan kekerasan di dalam keluarganya sendiri.
Ini pidionya, anjg kesel bgt liat suaminya😡 pic.twitter.com/jX4Lfhmwmz
— vanos (@mrktuaan) October 3, 2024
Kronologi Kejadian
Menurut informasi yang dihimpun, kejadian ini terjadi pada Senin malam (2/10) di rumah pasangan suami istri tersebut. Awalnya, pertengkaran dipicu oleh masalah sepele, yaitu tentang keuangan rumah tangga. Suami yang diduga berada di bawah pengaruh emosi tidak terkontrol, mulai meneriaki istrinya di depan anak-anak mereka. Suasana semakin memanas ketika suami kemudian melakukan tindakan kekerasan fisik dengan menoyor kepala istrinya.
Tetangga yang mendengar keributan tersebut mengatakan bahwa insiden KDRT ini bukan kali pertama terjadi di keluarga itu. “Sering kali kami mendengar pertengkaran mereka. Kali ini lebih parah karena anak-anaknya juga ada di sana dan melihat langsung. Sang suami menoyor kepala istrinya sambil berteriak, membuat suasana sangat mencekam,” ungkap salah satu tetangga yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dampak Psikologis pada Anak
Melihat tindak kekerasan yang dilakukan di depan mata anak-anak tentu membawa dampak yang besar. Anak-anak yang menjadi saksi KDRT rentan mengalami trauma, baik secara emosional maupun mental. Psikolog anak, dr. Rina Mawarni, mengatakan bahwa anak yang tumbuh dalam lingkungan rumah tangga yang penuh kekerasan bisa mengalami berbagai gangguan perkembangan mental.
“Anak-anak yang menyaksikan kekerasan, apalagi terhadap ibu mereka, akan merasa tidak aman. Ini bisa menimbulkan trauma mendalam yang dapat berdampak pada perkembangan emosional mereka di masa depan. Rasa takut, kecemasan, hingga gangguan stres pascatrauma (PTSD) sering kali muncul,” jelas dr. Rina.
Anak yang tumbuh di lingkungan KDRT juga berisiko tinggi meniru perilaku tersebut di kemudian hari, baik dalam hubungan mereka sendiri atau dalam kehidupan sosial.
Upaya Penanganan dan Perlindungan
Setelah insiden tersebut, sang istri akhirnya melaporkan perbuatan suaminya ke pihak kepolisian. Kasus ini sedang ditangani oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) setempat. Sang istri dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pemeriksaan medis dan didampingi oleh konselor untuk penanganan psikologis.
Kapolsek yang menangani kasus ini mengatakan bahwa sang suami sudah diamankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. “Kami telah menerima laporan dan langsung bergerak cepat. Saat ini pelaku sudah kami amankan dan sedang kami proses untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” jelasnya.
Selain itu, pihak kepolisian juga berkoordinasi dengan lembaga pendampingan perempuan untuk memberikan perlindungan bagi korban. Lembaga ini juga akan membantu korban dan anak-anaknya untuk mendapatkan perlindungan hukum serta dukungan psikologis yang diperlukan.
Kekerasan yang Harus Dihentikan
Kasus kekerasan dalam rumah tangga, seperti yang dialami oleh korban ini, sayangnya masih sering terjadi di banyak rumah tangga di Indonesia. Banyak korban yang enggan melapor karena takut, merasa malu, atau terjebak dalam siklus kekerasan yang terus berulang. Kekerasan fisik, baik dalam bentuk pemukulan, penoyoran, hingga kekerasan verbal, merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan martabat seorang individu.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), yang memberikan perlindungan hukum bagi korban dan ancaman hukuman bagi pelaku.
Lembaga-lembaga perlindungan perempuan seperti Komnas Perempuan, juga mengajak masyarakat untuk lebih berani melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami. “Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal yang bisa ditolerir. Korban memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, dan masyarakat di sekitar juga harus peka dan peduli terhadap kasus-kasus KDRT,” kata perwakilan dari Komnas Perempuan.
Upaya untuk Melawan KDRT
Dalam upaya mencegah dan melawan kekerasan dalam rumah tangga, edukasi menjadi kunci penting. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa kekerasan, baik fisik maupun verbal, tidak pernah bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun. Edukasi tentang pentingnya hubungan yang sehat, menghargai satu sama lain, dan cara mengelola emosi secara positif adalah hal yang harus diajarkan sejak dini.
Selain itu, adanya layanan konseling, pendampingan hukum, serta hotline darurat KDRT yang disediakan oleh berbagai lembaga pemerintah dan LSM menjadi langkah yang dapat membantu para korban untuk keluar dari situasi kekerasan.
Kekerasan yang dialami oleh istri ini menjadi pengingat bahwa KDRT tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga memengaruhi anak-anak dan lingkungan sekitar. Dengan dukungan yang tepat dari keluarga, masyarakat, serta penegakan hukum, korban kekerasan diharapkan dapat bangkit dan mendapatkan keadilan yang layak mereka terima.